Binus Film Goes to Museum Macan 2024

Seperti tradisi sebelumnya, para mahasiswa yang mengambil mata kuliah “History of Arts” kembali mengunjungi Museum Modern and Contemporary Art in Nusantara. Maka pada Rabu 11 Desember lalu, sebanyak 18 mahasiswa berkunjung ke sana. Mereka adalah mahasiswa semester pertama, atau Binusian 2028.

Dipandu oleh Pak Ade Rivky, para mahasiswa menjelajahi dua program. Yang pertama bertajuk “Sing Dance Cry Breathe | as their world collides on to the screen” karya perupa Thailand Korakrit Arunanondchai. Karya-karya-nya menyelami dunia spiritual Thailand yang berkolerasi dengan budaya modern Barat. Warna-warna denim mendominasi karya-karyanya. Ada beberapa video pendek juga.
Dalam pameran ini, Arunanondchai juga menyoroti simbol burung dan ular, yang umum dalam mitos di seluruh dunia. Ia menggunakannya sebagai metafora untuk mengeksplorasi bagaimana manusia menghubungkan sistem sosial dengan alam, di luar penampilan fisik atau cerita mereka.

Yang kedua berjudul “Primate Visions: Macaque Macabre”, karya seniman yang berakar dari Minahasa, Natasha Tontey. Sang perupa melakukan karya instalasi, yang ditugaskan oleh Audemars Piguet Contemporary, terkait dengan makhluk yang paradoks bagi budaya Minahasa: Monyet Jambul Hitam (dan berbokong merah muda) alias Yaki. Hewan ini dipandang sebagai bagian dari struktur sosial kehidupan sehari-hari oleh masyarakat adat karena dianggap nenek moyang mereka. Namun, ia juga dipandang sebagai hama, yang dikenal suka menyerbu desa dan mencuri hasil panen. Walhasil, Yaki sering menjadi santapan warga di sana. Hubungan ini semakin rumit dengan pengakuan Yaki sebagai spesies yang terancam punah, yang mendorong organisasi internasional untuk mendorong pelestarian mereka.

Para mahasiswa diajak untuk menganalisa satu benda seni dan dikaitkan dengan salah satu tema yang diajarkan selama semester Ganjil 2024, misalnya Surealisme dan Video Art.
(EIJ)